Cerdas dan berani. Begitulah dua kata yang dapat menggambarkan sosok Agung Rianto (18). Pelajar SMA di salah satu sekolah negeri di Tulungagung ini menjadi korban pemerasan dan pengancaman pada Rabu (18/10/2017). Meskipun demikian, dengan keberanian dan kercerdikannya, ia dibantu Polisi Polsek Kalidawir Tulungagung berhasil menjebak pelaku.
Dikutip dari tribratanewstulungagung.net, kejadian tersebut berlangsung sekitar pukul 20.30 WIB saat korban dalam perjalanan pulang dari rumah pamannya di Desa Gendingan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dengan mengendarai sepeda motor honda beat warna hitam.
Di tempat sepi itu pelaku mengaku sudah memiliki nomor plat motor korban. Kemudian pelaku memeras korban dengan memintai sejumlah uang. Agung Rianto yang cerdas enggan untuk memberitahukan uang yang dibawa. Namun, pelaku justru mengincar satu buah Hp merk Samsung Duos yang ditaruh di dashboard depan sebelah kiri.
Pelaku dijerat 2 pasal sekaligus yaitu pasal 368 ayat (1) dan 365 ayat (1) KUHP tentang pemerasan disertai dengan ancaman kekerasan.
“Sekarang sudah aman dan tenang, Mas!” jawab Agung Rianto.
Setelah kejadian ini, saya berhasil mewawancarai korban yang kebetulan sudah kenal sebelumnya karena pernah berada pada sekolah yang sama dan tempat tinggal yang berdekatan. Dalam kesehariannya, sikap Agung Rianto sangat terbuka pada teman dan terkenal dengan keberaniannya. Sikapnya yang terbuka dan apa adanya inilah yang membuat dia memiliki banyak teman dari beragam latar belakang. Sikap keberanian juga sangat melekat padanya sekalipun berada diancam pelaku kejahatan.
Ketika ditanya tentang tips-tips menghadapi tekanan, Agung Rianto mengatakan, “niat, keberanian, percaya diri, berdoa, yakin, jujur adalah kunci kesuksesan,” jawabnya dengan singkat.
Dari kasus yang telah saya paparkan diatas, setidaknya dapat diambil pelajaran berharga. yaitu pentingnya melapor. Keberanian Agung untuk melapor ke pihak kepolisian adalah patut diacungi jempol. Inilah yang seharusnya dilakukan pada semua orang yang menjadi korban atau saksi tindak kejahatan apapun agar tidak takut melapor ke pihak berwenang. Apalagi dengan hadirnya LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) harus semakin melantangkan suara demi menegakkan kebenaran.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (disingkat LPSK) adalah lembaga mandiri yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Dalam sejarahnya, Pada tahun 2001, undang-undang perlindungan saksi dan korban diamanatkan segera dibentuk berdasarkan TAP MPR No. VIII Tahun 2001. Menariknya, ide memunculkan undang-undang perlindungan tersebut bukan datang dari kepolisian, jaksa, aparat hukum ataupun pengadilan, melainkan justru datang dari kelompok masyarakat yang mulai menyadari bahwa perlindungan terhadap saksi dan korban multak dibutuhkan.
Selanjutnya, pada tahun 2003 Indonesia merativitasi UN Convention Against Corruption yang isinya, “Setiap negara peratifikasi wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi atau ahli dari pembalasan dan intimidasi termasuk keluarganya atau orang lain yang dekat dengan mereka”. Sehingga, pada tanggal 11 Agustus 2006 Undang-undang perlindungan saksi dan korban No. 13 tahun 2016 disahkan. Atas amanat UU No 13 Tahun 2006 tersebut maka pada 8 Agustus 2008 dibentuklah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Mengutip dari situs resmi LPSK, meskipun menjadi lembaga yang masih berusia cukup muda, yakni 9 tahun, namun LPSK terus berupaya mensosialisasikan tugas dan fungsinya. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai upaya seperti seminar, diskusi, dan upaya lainnya. Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut masyarakat semakin paham adanya LPSK dan turut memberikan dukungan kepada saksi dan korban dengan perannya masing-masing. Sehingga, tidak ada lagi para saksi dan korban yang diam atas kejahatan yang terjadi.
LPSK mendorong agar mereka yang mengetahui tindak kriminal, seperti korupsi, persekusi, whistleblower, pemerasan, narkoba, pelanggaran HAM dan kejahatan lain, untuk berani melaporkan ke pihak berwenang tanpa takut menjadi sasaran balas dendam dari pelaku atau teman-teman pelaku.
Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan sudah menyatakan bahwa LPSK bisa berperan dalam semua lini, baik dalam penanganan kasus korupsi, narkoba maupun melawan pelaku kekerasan seksual anak. Tentunya semua jenis kejahatan tersebut membawa implikasi yang besar bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diam bukan pilihan. Dengan diam maka secara tidak langsung turut mendukung tindak kejahatan itu sendiri. Kejahatan akan selamanya lestari jika tak ada yang berani membuka diri. Mengadu ke pihak berwenang adalah pilihan yang harus ditempuh semua orang tanpa perlu ada rasa takut. Tidak hanya korban yang harus melapor atau meminta perlindungan, namun juga masyarakat yang mengetahui kejahatan bisa mengajukan permohonan perlindungan saksi dan korban ke LPSK.
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa jumlah laporan ke LPSK dari tahun ke tahun cenderung ada kenaikan. Itu artinya masyarakat mulai berani bersuara dalam mengungkap kejahatan. Ada indikasi akan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban di masyarakat. Pihak LPSK sendiri memberikan kemudahan pada siapapun yang terancam keselamatan atau keamanan dalam proses hukum untuk mengajukan permohonan melalui beragam cara. Bisa dengan mendatangi kantor LPSK secara langsung, via pos, faksimile, email ataupun regristasi di form online pada website LPSK.
Setelah melakukan regristasi, selanjutkan akan dilakukan pemeriksaan administrasi atau formil dalam kurun waktu sekitar 30 hari. Jika administrasi dinyatakan lengkap, maka akan dilakukan telaah substansi dalam waktu 7 hari. Selanjutnya, akan dibahas dalam rapat paripurna anggota. Jika memenuhi syarat formil dan materil maka permohonan akan diterima. Dalam kondisi darurat, pihak LPSK tidak perlu menunggu surat permohonan dari pemohonan.
Kunjungi www.lpsk.go.id