Sejarah pernah mencatat jika pemerintah kolonial Belanda membuat program transmigrasi sekitar awal abad ke-19. Tujuan transmigrasi sebenarnya begitu mulia yaitu mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa. Masyarakat diminta menyebar ke Papua, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan mengolah sumber daya di sana. Konsekuensinya adalah banyak anggota keluarga yang berpisah karena transmigrasi yang terlaksana.
Keluarga saya misalnya. Kakek dan nenek yang awalnya dari Tulungagung ikut transmigrasi ke Lampung. Tidak semua anaknya ikut ke Lampung, karena Ayah saya adalah satu-satunya dari delapan bersaudara masih menetap di Tulungagung meski pernah tinggal di Lampung. Kata nenek harus ada wakil yang tetap di Tulungagung agar persaudaraan sebelumnya tidak putus.
Rumah Kakek dan nenek di Lampung
Ada beberapa transportasi yang dapat dipilih untuk bisa sampai ke Lampung. Saat saya masih TK, orang tua memilih menggunakan bus karena alasan lebih hemat biaya. Apesnya, perjalanan yang ditempuh lebih lama yaitu 4 hari 4 malam. Kalau tidak menjaga kesehatan, bisa sakit diperjalanan. Kemudian pada tahun 2013, orang tua iseng mencoba menggunakan transportasi udara. Mereka ingin anaknya menikmati rasanya naik pesawat sekaligus tahu prosedur di bandara. Memang naik pesawat lebih mahal karena harga tiket pulang pergi sekitar 2 jutaan per orang, tapi perjalanan lebih singkat.
Bagaimana dengan 2018? Kondisi keuangan keluarga awal tahun serba pas-pasan. Saya sebagai mahasiswa butuh biaya untuk keperluan kuliah; buku, kos dan uang makan. Padahal sudah 5 tahun tidak berkunjung ke Lampung.
Tak disangka Tuhan menghadirkan sebuah kejutan di bulan kelahiran. Sebuah unit mobil Ayla Type M terparkir di samping rumah. Sempat ada keinginan untuk dijual karena sekarang masih belum diperlukan. Bahkan ketika plat mobil belum dipasang, sudah ada yang mau beli. Namun, Ibu bilang jika mobil itu adalah kenang-kenangan jadi tidak boleh dijual. Akhirnya, dimanfaatkanlah mobil yang punya kapasitas mesin 998 cc untuk pergi ke Lampung.
Beda halnya ketika naik bus, menggunakan mobil pribadi memang terasa lebih leluasa. Mampir di rest area dan tidur di warung makan bisa dilakukan. Atau dalam urusan sholat tak perlu harus jama’ dan qoshor karena bisa mencari masjid saat waktu sholat tiba.
Hal yang paling ditunggu saat perjalanan di Lampung adalah naik kapal Ferry. Jika bertepatan masih siang, maka beruntung bisa melihat indahnya laut dari Merak Bakauheni. Berhati-hatilah karena seringkali kapal bergoyang dan bisa terkena angin laut.
Hal menarik yang saya temukan ketika di dalam kapal adalah seorang pedagang yang sangat persuasif. Ia seperti sudah lulus mata kuliah Komunikasi Pemasaran. Pertama, dia tidak memperkenalkan diri dan langsung menyapa penumpang yang duduk. Kemudian dia menjelaskan letak pelampung bilamana kapal tenggelam. Selanjutnya ia mengingatkan para penumpang untuk stay di dalam ruangan karena angin sedang kencang. Sepintas terlihat seperti seorang petugas di dalam kapal. Tak selang lama, dia kemudian mengeluarkan produk jualannya yang boleh dibilang sangat random; minyak kayu putih, mainan anak, masker, peci, tasbih dan lain-lain. Satu per satu barang itu dijelaskan secara detail diselingi guyonan. Bila ada yang berkenan mencoba produk, diperkenankan. Memang luar biasa strategi marketingnya.
Selesai turun dari kapal, ayah mulai bercerita tentang masa kecilnya. Lampung sekarang saat berbeda sekali dengan dulu, katanya. Kebun karet yang dulu selalu jadi patokan kalau ke Lampung kini sudah tak ada. Yang awalnya seperti hutan dan banyak rawa, kini sudah mulai penuh dengan rumah-rumah.
Meski demikian, urusan infrastruktur masih jadi persoalan: belum merata. Mobil Ayla dengan ukuran velgnya 13 inchi ini dipaksa melewati jalan offroad. Jalan berlubang dengan genangan air mengharuskan mobil melaju pelan dan serba hati-hati dalam memilih jalur.
Groook!!
Sial, rangka bawah mobil bergesekan dengan jalan berlubang. Duh, semoga pemerintah segera turun tangan memperbaiki akses jalan kecuali kalau mau ganti rugi kerusakan. Mobil baru, lho!