Tak ada cahaya yang masuk ke sebuah tempat bertuliskan “Ruang Kepala Sekolah”. Di dalam ruangan itu, ada seorang profesor sekaligus Kepala Sekolah SMA Bakti Nusantara bernama Prof Adi. Namun tak seorangpun berani masuk ke ruangannya sejak satu bulan yang lalu.
Banyak isu yang mengatakan bahwa Prof. Adi menjadi gila, karena perusahaannya di Malaysia bangkrut, sehingga kekurangan uang untuk membayar sewa apartemennya. Ada juga yang mengatakan kalau Prof. Adi sudah meninggal dan arwahnya gentayangan di ruang kepala sekolah. Namun, isu-isu itu tidak berlaku bagi Joy dan Deni. Sepasang sahabat ini yakin ada kasus yang lebih masuk akal yang mungkin mengganggu Kepala Sekolahnya itu.
Pada malam sabtu, ada acara “Tahun Baru di Sekolah” yang hanya diikuti oleh siswa kelas sepuluh. Pukul sebelas malam, anak-anak lain sedang asyik bernyanyi diiringi gitar. Namun Joy dan Deni pergi ke toilet di lantai dua, dekat dengan ruang kepala sekolah. Ketika Joy dan Deni sedang berjalan, tiba-tiba mereka melihat sosok hitam yang tengah berlari menuju toilet. Joy dan Deni terkejut. Sosok itu seperti Prof. Adi. Akhirnya mereka masuk ke dalam toilet, dan menyelidiki siapa yang ada di dalam toilet. Ternyata benar! Di dalam toilet, ada sosok tinggi besar yang sedang duduk sambil menutup wajah dengan kedua tangannya yang besar… Prof. Adi!
“Prof…Profesor Adi?! Mengapa Anda ada di sini?!” teriak Doni. Prof. Adi kaget bukan kepalang, dan berteriak-teriak seperti orang gila.
Setelah Joy dan Deni berhasil menenangkannya, akhirnya Prof. Adi menjelaskan semuanya. Ternyata ia sedang mencari sebuah pena yang hilang. Pena ? Joy dan Deni kaget bukan kepalang mendengarnya – Seorang Profesor frustasi hanya karena kehilangan pena ?!.
”Sebenarnya itu bukan pena biasa,” gumam Prof. Adi. “Di dalam pena terdapat sebuah foto kecil keluargaku bersama taufik hidayat. Foto itu yang menjadi pasword rumah besarku di Malaysia. Rumah dan keluargaku ada di sana, dan aku pergi dari sana sejak lima tahun yang lalu. Hanya benda itu yang membuktikan bahwa aku adalah ’Prof. Adi’. Sebulan yang lalu aku mendapat e-mail, kalau bisnisku di Malaysia ada masalah, dan disuruh pulang ke sana. Tapi pena itu hilang ketika kembali ke ruanganku, bersama jasku. Aku frustasi. Tanpa benda itu, istri dan anak-anakku tidak akan mengenaliku. Karena itu aku selalu mengurung diri di ruangku, dan saat malam, aku mencarinya, tapi tidak ditemukan sampai sekarang.”
Joy dan Deni terkejut mendengar itu.. Sesaat mereka hanya berpandangan saja dengan mulut terbuka lebar.
“Ta..Tapi Prof, Bagaimana mungkin keluarga Anda tidak mengenali Anda?” tanya Deni.
“Aku selalu menyamar, Nak. Setiap aku berpindah tempat, aku selalu merubah rambut dan penampilanku.” jawab yang ditanya.
Joy menghela nafas. Ia bergumam pada Deni ,”Prof. Adi bisa jadi gila kalau kita tidak membantunya,” akhirnya mereka berdua membantu mencari pena itu. Mereka lalu meminta Prof.Adi untuk menceritakankan apa saja yang ia lakukan sebelum penanya hilang.
”Pertama, aku masuk ke ruangku untuk menyimpan jas,” tuturnya. “Lalu pergi ke ruang guru untuk rapat, setelah itu kembali lagi ke ruangku. Di situlah aku sadar bahwa pena bersama jasku hilang. Padahal aku selalu rutin melakukan itu.” jelas Prof. Adi. Mereka bertiga segera mencari di ruang kepala sekolah. Ruangan itu berantakan karena sebelumnya Prof.Adi sudah mengobrak-abriknya, tapi tidak ditemukan.
Saat itu, Joy mengamati ruang wakil kepala sekolah yang berada di sebelah ruang kepala sekolah. Ia melihat sebuah botol obat di atas meja, dan Joy teringat sesuatu. Dengan tergesa-gesa mereka pergi ke ruang guru, tapi pena itu belum ditemukan. Prof. Adi berlutut sambil mengeluh panjang. Ia Benar-Benar putus asa. Namun, Joy tiba-tiba berteriak, ”Aku tahu tempatnya !” lalu ia berlari kencang dan meminta kunci ruang wakil kepala sekolah ke satpam, lalu membuka pintu ruang wakil kepala sekolah. Deni dan Prof. Adi berlari mengikutinya.
Sekonyong-konyong Joy langsung membuka pintu lemari di ruang wakil kepala sekolah. Ia menyambar sebuah jas hitam dan menunjukkannya kepada Prof. Adi. ”Ini kah jas Anda, Prof. Adi?”
Prof. Adi tebelalak kaget, ” Ya! Ya! Itu jasku! Oh-Akhirnya ditem..” kata-katanya terhenti. ”Ini bukan jas-ku! Di sini tak ada celah kecil untuk menyimpan pena-ku! Lagipula aku selalu menyimpan obat di sini!” ujar Prof. Adi sambil menggeledah jas itu.
” Itu memang bukan jas Anda, tapi itu jas Pak Bambang-Wakil Kepala Sekolah,” kata Deni. ”Ini ruang Pak Bambang, bukan ruang Anda Prof”. ”Dengarkan. Tadi saya melewati ruang wakil kepala sekolah ini, kebetulan lampunya menyala, dan saya tak sengaja melihat botol kecil terpajang di meja,” ujar Joy sambil menunjuk benda kecil berisi obat tablet di atas meja. Prof. Adi segera menyambarnya, ”Ini obat ku! Kenapa bisa ada di sini?!”
”Itulah yang sempat menjadi pertanyaan. Sebenarnya saya tahu, Anda mempunyai kebiasaan menggantungkan jas di gantungan, lalu menyimpan botol obat di meja Anda, dan pergi ke luar. Kalau tidak salah, beginilah analisa saya : Anda datang ke sekolah telat. Karena itu Anda terburu-buru masuk ke ruang wakil kepala sekolah, yang dikira adalah ruang Anda. Anda menyimpan obat Anda di atas meja, lalu menggantungkan jas. Kemudian pergi rapat. Setelah rapat, Anda kembali ke ruang Anda, dan wajar saja jas dan obat Anda tidak ada, karena Anda salah masuk ruang saat itu.” jelas Joy.
”Benar juga.” timpal Deni. “Ruang kepala sekolah dengan ruang wakil kepala sekolah memang hampir sama dan bersebelahan. Lagipula Prof. Adi agak pelupa. Tapi bukannya seharusnya Pak Bambang menyadarinya??? Lalu, mengapa jas di gantungan sudah tidak ada?” .
”Sebulan yang lalu, saya pergi ke toilet ketika jam pelajaran pertama.” kata Joy. “Dan saya melihat Pak Bambang terburu-buru pergi sambil mengenakan jas hitam. Mungkin saja karena beliau terburu-buru, beliau mengenakan jas yang menggantung di ruangannya yang sebenarnya milik Prof.Adi, dan tak menyadari bahwa ada botol obat di mejanya. Dan mungkin sekarang jasnya ada pada Pak Bambang yang sudah cuti sebulan lalu,”
Prof. Adi tercengang ketika mendengar penjelasan genius dari Joy. Ia lalu mengambil teleponnya dan menghubungi Pak Bambang. Tiba-tiba di luar terdengar suara kembang api disertai teriakan anak-anak dan bunyi terompet. Joy dan Deni melangkah cepat, menghampiri jendela sambil melihat ke luar. Di sana tampak puluhan kembang api berwarna-warni menghiasi angkasa. ”Tak terasa sudah pukul dua belas malam! Selamat tahun baru, Joy!” kata Deni.
Joy tersenyum, ”Ya! Selamat tahun baru juga,”, mereka lalu berjabat tangan.
Masalah Prof. Adi sudah terpecahkan dan memang jasnya ada pada Pak Bambang. Beliau juga heran karena ada sebuah pena besar di jasnya, dan baru menyadari bahwa itu milik Prof. Adi. Begitu kata Prof. Adi saat berbicara dengan Pak Bambang melalui telepon. Pak Bambang mengatakan, ia akan segera mengembalikannya esok hari. Prof. Adi sangat senang, dan berulang kali menepuk-nepuk punggung Joy dan Deni sambil berkata, ”Terimakasih! Kalian kelak akan menjadi detektif yang cerdik”. Joy dan Deni hanya terdiam mendengarnya. Mereka tak mengharapkan imbalan apapun dari Prof. Adi.
Joy dan Deni segera turun ke lapangan, menikmati pesta tahun baru sambil melahap sate bersama teman-temannya. Deni berbisik kepada Joy, ”Profesor itu memang pelupa, ya!” keduanya lalu tertawa terbahak-bahak. Sementara Prof. Adi diam-diam pergi keluar dan pulang ke apartemen.